Pengaruh Budaya Mendongeng
terhadap Perkembangan Anak
A.Latar Belakang Masalah
Dulu, mendongeng merupakan sebuah kegiatan rutin yang dilakukan orang
tua sebagai pengantar tidur anaknya atau menjadi sisipan kala bermain dengan
buah hatinya. Namun semakin berkembangnya teknologi saat ini orang tua lebih
memercayakan anaknya pada tontonan televisi. Saat ini budaya menonton televisi
lebih sering kita lihat daripada orang tua yang membacakan dongeng pada
anaknya. Umumnya para orang tua beralasan sibuk dan lelah untuk menceritakan dongeng
pada anaknya. Lebih baik setelah pulang bekerja, para orang tua lebih memilih
menonton TV bersama keluarga untuk melepas penat setelah seharian bekerja. Yang
disayangkan dengan budaya seperti ini adalah anak-anak saat ini lebih hafal
pemain sinetron “Anak Jalanan” daripada kisah “Timun Mas”. Alhasil semakin
banyak anak-anak yang kemudian menjadi dewasa sebelum waktunya. Perubahan
budaya dari budaya lisan ke elektronik ini tentunya mempunyai dampak positif
dan negatif, terutama dalam perkembangan anak. Dibandingkan dengan acara
televisi, sebenarnya budaya mendongeng jauh lebih baik daripada menonton
televisi. Namun sayangnya budaya ini kian hari kian luntur tergerus oleh
perkembangan teknologi dan kesadaran masyarakatnya sendiri.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah
yang dapat dikemukakan adalah:
1.
Bagaimana pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak?
2.
Bagaimana upaya mengembalikan budaya mendongeng dalam masyarakat?
C.
Tujuan Penulisan
Bertolak apa yang dikemukakan pada rumusan
masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak.
2.
Untuk mengetahui bagaimana upaya mengembalikan budaya mendongeng dalam
masyarakat.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini ada 2, yakni
1.
Manfaat teoritis
Secara teoritis
manfaat yang dapat diharapkan dari penulisan makalah ini adalah untuk
penambahan pengetahuan mengenai pengaruh budaya mendongeng terhadap
perkembangan anak.
2.
Manfaat praktis
Secara praktis,
manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah dapat mendorong
terciptanya kesadaran bagaimana kita mengembaangkan kembali budaya mendongeng perkembangan
anak.
E.
Pembahasan
E1. Pengaruh Budaya Mendongeng terhadap Perkembangan Anak
Dalam melestarikan atau membangun kebudayaan, masyarakat tentunya
membutuhkan alat untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya tersebut.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan dapat berubah atau bergeser
disebakan oleh proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi sebagai wujud
evolusi kebudayaan. Perbedaan antara proses internalisasi dan sosialisasi
ialah, jika internalisasi merupakan proses belajar kebudayaan yang panjang
sejak individu dilahirkan sampai ia meninggal. Dimana individu belajar
menanamkan ke dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi
yang diperlukan sepanjang hidupnya. Sedangkan, sosialisasi adalah suatu proses
dimana seorang individu sejak masa kanak-kanak hingga masa tuanya belajar
pola-pola tindakan dalam interaksi dengan berbagai macam individu di
sekelilingnya yang menduduki berbagai peran sosial yang mungkin ada dalam
kehidupan sehari-hari.
Tahap internalisasi nilai-nilai budaya amat penting dalam kehidupan
terutama pada masa perkembangan anak usia golden age dimana pada saat itu anak
dengan mudah menerima nilai-nilai yang diberikan. Kualitas otak anak
dipengaruhi oleh tiga tahun pertamanya. Pada saat lahir, bayi memiliki satu
triliunan sel otak dan kemudian berkembang menjadi bertriliunan sel hingga
melebihi kebutuhan. Kemudian setelah proses cukup panjang, otak akan menyeleksi
dan memusnahkan sel yang tidak pernah digunakan. Dan akan berguguran secara
drastis di usia 10 tahun. Jadi, yang menetap adalah otak dengan pola emosi dan
pikiran individual anak, yang terbentuk dari pengalaman kehidupan sebelumnya.
Meskipun manusia akan terus belajar dan memperbaharui informasi, namun otak
tidak akan mampu menguasai kemahiran baru atau bangkit kembali dari kekeliruan
semudah yang terjadi pada masa anak-anak. Salah satu upaya menginternalisasi
nilai-nilai dan norma budaya adalah dengan cara mendongeng.
Menurut Agus D.S, mendongeng adalah kegiatan bercerita atau menuturkan
cerita secara lisan. Masyarakat Indonesia sudah mengenal dongeng sejak zaman
dahulu. Mereka mendongeng sambil bersifat religi. Kegiatan mendongeng kemudian
diambil alih oleh orang tua, pengasuh, kakek dan nenek. Dongeng berkembang
terus baik bentuk maupun ciri-cirinya. Mendongeng harus dilakukan dengan
cara-cara yang benar seperti orang tua yang sedang memberi nasehat kepada anak
yaitu dengan cara lemah lembut dan kasih sayang.
Manfaat mendongeng agi perkembangan anak antara lain :
a.
Mengembangkan daya pemahaman dan bicara
b.
mendengarkan dan berkonsentrasi
c.
menambah perbendaharaan kata yang baru
d.
membentuk ikatan antara pendongeng dan anak
e.
merangsang daya imajinasi
f.
mendorong pengembangan emosional anak karena ia mulai menghargai
bagaimana perasaan orang lain.
g.
memperluas pengetahuan anak tentang dunia
h.
memperkenalkan situsi baru dan memperdalam pemahaman yang telah
dialaminya.
i.
membentuk kepribadian dan moralitas anak
Berbeda dengan pemberian informasi yang diberikan televisi, dengan dongeng,
kita dapat memilih hal apa yang perlu disampaikan agar tidak terjadi penanaman
bibit moral yang tidak baik. orang tua sebaiknya memberikan penafsiran secara
rasional, konstruktif, dan tidak terjebak pada pemahaman yang tidak rasional
dan mengada-ada. Kekuatan dongeng terletak pada kemampuan memberi ruang
lingkup, perasaan, dan psikomotorik. Dongeng yang dibacakan oleh orangtua akan semakin
meningkatkan perkembangan anak sebab didalamnya terdapat sentuhan afektif yang tidak
terdapat di dalam film, buku, televisi maupun video.
E2. Upaya membudayakan kembali dongeng untuk anak
Selama ini alasan para orang tua untuk tidak mendongeng adalah rasa
lelah karena telah bekerja seharian. Hal ini banyak dirasakan oleh para wanita
karier. Namun, perlu adanya kesadaran dari pihak orang tua mengenai pentingnya
mendongeng dalam meningkatan kualitas anak. Tak ada alasan untuk tidak mendongeng
karena tak ada bahan karena sudah banyak buku cerita yang beredar di masyarakat.
Atau bisa memanfaatkan teknologi untuk mencari dongeng untuk anak. Kitapun
sebenarnya bisa mendongengkan pengalaman pribadi kita kepada anak. Dalam mendongeng
pun kita dituntut kreatif agar tidak kalah dengan televisi.
Beberapa tips yang dapat dilakukan agar dongeng yang kita sampaikan
menarik perhatian anak antara lain :
a.
Bagi yang hobi mendongeng tentang binatang, anak yang masih balita akan
lebih menyukai jika Anda berbicara sambil meniru suara binatang-binatang yang
ada dalamtokoh cerita tersebut. Bila perlu gunakan boneka tangan untuk
menghidupkan suasana. Saat mendongeng, bisa juga disisipkan karakter si
binatang, kebiasaan-kebiasaan sibinatang setiap harinya, hingga pesan-pesan
moral tentang etika.
b.
Buku cerita bergambar dengan bentuk tulisan yang menarik dan berwarna-warni
juga bisamenjadi sarana orang tua untuk sekaligus mengajarka san huruf-huruf
dan angka, sehinggaakan lebih mullah bagi anak untuk belajar membaca. Cara
belajar membaca seperti jauhlebih efektif dari pada cara belajar yang
konvensional.
c.
Mendongeng dengan buku cerita yang bergambar temyata juga bisa
merangsang dayaimajinasi anak untuk mengembangkan cerita berdasarkan gambar
yang ia lihat. Contoh,saat ia melihat gambar mobil pada sate sisi halaman
walaupun ia belum bisa membaca, sianak dengan sendirinya akan mengarang cerita
yang berkaitan dengan mobil tersebut. Hal ini akan memberi efek yang positif
bila orang tua bisa mengarahkan secara benar. Biarkandia mengembangkan
imajinasinya.
d.
Untuk merangsang pemikirannya, bisa juga dipilihkan bacaan-bacaan edukatif
yangmampu membuat mereka berpikir secara kritis.
e.
Untuk memotivasi dan memacu semangat belajar mereka, Anda bisa juga
mendongengkan cerita-cerita para penemu. Dengan demikian bukan tak mungkin bila
suatu saat merekaingin sesukses tokoh penemu favorit mereka.
Cerita yang dibawakan pada saat mendongengpun sebaiknya disesuaikan
dengan usia anak, seperti berikut ini :
1.
Usia 0-2 tahun
Ini merupakan awal masa perkembangan sensori motorik sehingga semua
tingkah laku dan pemikiran anak didasari pada hal itu. Untuk anak seusia ini,
pilihlah cerita dengan obyek yang ada disekitar lingkungan anak. Hal ini
disebabkan karena anak memerlukan visualisasi dari apa yang kita ceritakan.
Untuk mempermudahnya, ceritakan sesuatu yang sudah dikenal, misalnya kita bisa
mengarang cerita tentang sepatu atau kucing yang ada dirumah. Dengan demikian
anak makin mudah memahami cerita karena obyek yang ada dalam cerita sangat
akrab dengan kehidupan sehari-harinya. Jika Anda memilih mendongeng dengan
bantuan buku, carilah buku dengan sedikit teks, tapi memiliki gambar yang
menarik.
2.
Usia 2-4 tahun
Tahapan ini adalah usia pembentukan. Banyak sekali konsep-konsep barn
yang harusdipelajari anak pada usia ini. Di usia 2-4 tahun anak sangat tertarik
mempelajari manusia dan kehidupan. Itulah sebabnya mereka suka sekali meniru
tingkah laku orang dewasa. Misalnya, diungkapkan lewat bermain tamu-tamuan,
dokter-dokteran, dan lainnya. Bisajuga orang tua menceritakan tentang
karakter-karakter binatang yang disesuaikan dengankeseharian anak. Hal ini bisa
dilakukan karena anak sudah pandai berfantasi. Fantasi ini mencapai puncaknya
pada saat anak berusia 4 tahun. Begitu tingginya daya imajinasi anak pada usia
ini, kadang ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fantasi. Itulah sebabnya
di usia ini anak amat takut pada kegelapan atau sesuatu yang menakutkan.
3.
Usia 4-7 tahun
Di usia ini anak sudah bisa diperkenalkan pada dongeng-dongeng yang
lebih kompleks,seperti dongeng Si Roro Jonggrang, Timun Mas dan sebagainya.
Mereka juga sudah mulai menyukai cerita-cerita tentang terjadinya suatu benda dan
bagaimana cara kerja sesuatu. Inilah kesempatan orang tua mendorong minat anak.
Saat anak duduk di bangku Sekolah Dasar pun, dongeng masih efektif untuk
diberikan.
Semakin dini kita mulai mendongengkan cerita pada anak, maka akan
semakin baik perkembangan anak. adalah semakin dini semakin baik, bahkan kita
sudah bisa memulainya ketikaanak berusia 6 bulan. Tentunya kita tidak memberi
dongeng atau cerita yang utuh karena anak belum mengerti, cukup yang sederhana
saja. Misalnya, cerita tentang kelinci lalu ditambahkan bahwa kelinci berwarna
putih dan sutra makan wortel. Memilih cerita merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan juga oleh pendongeng sebab pemahaman anak berbeda-beda
sesuai dengan usianya. Oleh karena itu carilah cerita yangkira-kira dapat
dipahami oleh anak dan cocok dengan pengalaman mereka. Sumber cerita tidak
harus dari buku tetapi bisa juga dari pengalaman Anda sebagai pendongeng pada
waktu masih kecil. Misalnya, cerita tentang ayah dan ibu pada waktu kecil, saat
sang ayah main Iayang-layangatau cerita ibunya yang menangis pada hari pertama
masuk sekolah, dan lain-lain.
F. Kesimpulan dan Saran
F.1 Kesimpulan
Mendongeng sangat
penting dalam tahap internalisasi nilai-nilai pada anak. Internalisasi nilai
yang dilakukan dengan cara mendongeng lebih banyak memberikan manfaat daripada
menyerahkannya pada tayangan televisi. Perlu adanya kesadaran dari orang tua
untuk mendongengkan cerita kepada anaknya sejak dini agar tumbuh kembang anak
menjadi semakin maksimal.
Untuk menjadi seorang
pendongeng yang hebat dan dapat menghidupkan suasana cerita guru harus pandai
dalam memilih cerita dan dapat menguasai teknik-teknik mendongeng. Penyediaan
buku-buku dongeng yang mendidik dan menarik akan dapat menimbulkan minat anak
dalam mendengarkan cerita dongeng bagi pembentukan moralnya.
F.2 Saran
Perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak,
terutama orang tua untuk mendongengkan anaknya sejak dini. Masyarakatpun ikut
membantu menyadarkan para orang tua di masyarakat. Pemerintah mungkin dapat
memberikan sosialisasi gerakan mendongeng untuk anak. Para orang tua
dituntutuntuk kreatif dalam mengembangkan budaya mendongeng demi meningkatkan
kualitas anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Agus, D.S. 2008. Mendongeng Bareng Kak Agus D.S
Yuk. Yogyakarta: Kanisius.
Haryani, Mencerdaskan Anak dengan Dongeng
Tulansi, Dominikus. 2012. “Terpaan Media Massa
Dan Turbulensi Budaya Lokal” . Humaniora Vol.3 Nomor 1: 135-144
Komentar
Posting Komentar