ANALISIS KASUS PENYIMPANGAN PENGGUNAAN WEWENANG OLEH PEJABAT NEGARA DALAM PRAKTIK ADMINISTRASI NEGARA




ANALISIS KASUS PENYIMPANGAN PENGGUNAAN WEWENANG OLEH PEJABAT NEGARA DALAM PRAKTIK ADMINISTRASI NEGARA
\

Disusun Oleh
Lintang Ayu Saputri/F1B015026



KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
2015


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, walaupun dengan hasil yang sederhana. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan menambah pengalaman bagi saya agar kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN
                                                                    
A.              Latar Belakang Masalah

Di dalam negara hukum seperti di Indonesia, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan,agar terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang adil, damai, dan makmur.

Kegiatan Administrasi Negara yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan pun dalam pelaksanaannya didasari oleh Hukum Administrasi Negara. Hal ini agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki terhadap kepentingan umum.

Dalam praktik pelaksanaan kegiatan administrasi negara, terkadang terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan yang terdapat dalam hukum yang berlaku. Seperti dalam kasus berikut ini,
“ Seorang pejabat pemerintahan diberi wewenang untuk memperbaiki jalan raya dengan dana Rp 300.000.000,00. Di atas jalan itu terdapat sebuah jembatan yang ternyata pada saat itu roboh. Melihat kondisi di lapangan yang seperti itu, pejabat itu lebih memilih mengalokasikan dana yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki jalan raya untuk membangun jembatan sebagai jalur penghubung masyarakat. Selain itu tampaknya jalan raya yang hendak diperbaiki kondisinya tidak terlalu parah dan masih dapat digunakan dibandingkan dengan jembatan yang roboh di atas jalan itu yang sangat mengganggu aktivitas warga. Dengan dasar itu pejabat akhirnya tidak melaksanakan tugasnya untuk memperbaiki jalan raya dan lebih memilih membangun jembatan.”
Hal ini membuat kebingungan bagi orang awam yang belum mengerti akan Hukum Administrasi Negara. Apakah tindakan pejabat tersebut diperbolehkan oleh hukum? Atau justru tindakan tersebut adalah tindakan melanggar hukum karena tidak sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Kemudian apa dasar hukum tindakan tersebut?. Pejabat yang belum memahami hukum pun kemudian akan menjadi ragu ketika akan membuat keputusan jika terjadi kasus seperti di atas.
B.               Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah, ”Apakah tindakan tersebut termasuk tindakan sewenang-wenang, ataukah tindakan tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang?”

C.              Tujuan Penulisan

Bertolok apa yang dikemukakan pada rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan oleh pejabat tersebut termasuk tindakan yang sewenang-wenang atau merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang.

D.              Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini ada dua, yakni
1.       Secara teoritis manfaat yang dapat diharapkan dari penulisan makalah ini adalah untuk penambahan pengetahuan mengenai Sistem Hukum Indonesia lebih khususnya pada Hukum Administrasi Negara
2.       Secara praktis, manfaat yang dapat diharapkan dari makalah ini adalah dapat mendorong terciptanya sadar hukum bagi Mahasiswa Administrasi Negara terutama dalam hal pengambilan keputusan.
BAB II
PEMBAHASAN

E.1       Tindakan Hukum Pemerintahan

Pemerintah/Pejabat Administrasi Negara adalah pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pejabat Administrasi Negara adalah subjek hukum administrasi negara.

Tindakan Pemerintah secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tindakan hukum dan tindakan bukan tindakan hukum. Seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan hukum apabila tindakan yang dimaksudkan untuk menmbulkan akibat-akibat hukum.

Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik, sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan.

Tindakan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintahan dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak. Peraturan bersama antarkabupaten atau antara kabupaten dengan provinsi adalah contoh dari tindakan hukum publik beberapa pihak. Tindakan hukum publik sepihak berbentuk tindakan yang dilakukan sendiri oleh organ pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum publik, contohnya adalah pemberian izin bangunan dari walikota, pemberian bantuan (subsidi), perintah pengosongan bangunan/rumah, dan sebagainya. 

Di dalam negara hukum terdapat asas legalitas atau wetmatigheid van bestuur, yaitu perbuatan hukum administrasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa ada peraturan perundang-undangan, tindakan hukum pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan hukum tanpa kewenangan (onbevoegd).

E2.       Wewenang Pemerintah

Dalam arti hukum, wewenang (bevoegdheid) adalah keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik. Di dalam wewenang terdapat tugas (taak), hak (rechten), kewajiban (plichten), dan pertanggungjawaban (verantwoordelijkheid). Secara operasional, wewenang merupakan kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.

Sifat wewenang pemerintahan adalah terikat, fakultatif, dan bebas. Wewenang bersifat terikat yaitu jika peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana wewenang itu dapat dilakukan secara rinci.wewenang fakultatif terjadi jika pejabat tersebut tidak wajib menerapkan wewenangnya, masih ada pilihan lain yang dapat dilakukan dalam keadaan tertentu sesuai peraturan dasarnya. Wewenang bebas terjadi jika peraturan dasar memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri keputusannya. Meskipun diberi kewenangan bebas, namun dalam negara hukum, baik penyerahan wewenang, sifat, dan isi wewenang, maupun pelaksanaan wewenang, tunduk pada batasan yuridis. Penggunaan wewenang pemerintah juga disertai pertanggungjawaban hukum.

E.3       Freies Ermessen

Kewenangan bebas pemerintah sering disebut freies Ermessen. Freies artinya bebas, lepas, tidak terikat, merdeka. Sedangkan Ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Jadi, Freies Ermessen artinya seseorang mempunyai kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Menurut Nana Saputra, freies Ermessen adalah kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi yang pada asasnya memperkenalkan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh pada peraturan hukum, atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.

Menurut Bachsan Mustafa, dalam buku Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, freise Ermessen diberikan kepada pemerintah/administrasi negara karena fungsi pemerintah adalah menyelenggarakan kepentingan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk menyelesaikan sengketa antar penduduk. Keputusan pemerintah lebih mengutamakan pencapaian tujuan daripada sesuai dengan hukum yang berlaku.

Sjachran Basah mengungkapkan unsur-unsur freies Emessen dalam negara hukum adalah :
1.       Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik;
2.       Merupakan sikap tindak aktif dari administrasi negara;
3.       Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
4.       Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
5.       Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba;
6.       Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.

Di dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, freise Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut:
1.       Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam atau wabah penyakit yang menular, maka aparat pemerintah harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara maupun bagi rakyat, tindakan mana semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.
2.       Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam pemberian izin berdasarkan pasal 1 HO, setiap pemberi izin bebas untuk menafsirkan pengertian “menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
3.       Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Pemerintah daerah bebas mengelolanya asalkan sumber-sumber itu merupakan sumber-sumber yang sah.

Menurut Muchsan, pembatasan penggunaan freise Ermessen adalah sebagai berikut :
1.       Penggunaan freies Ermessen tidak boleh bertentangan denan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif).
2.       Penggunaan freies Ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum.
E.3       Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)

Seperti yang tadi telah dijelaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya tidak selalu berdasarkan Undang-Undang, karena Undang-Undang bersifat terbatas dan tidak dapat mencangkup semua masalah administrasi negara. oleh karena itu pejabat diberi kewenangan untuk membuat keputusan, namun kewenangan bebas itu pun harus berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai berikut :


a)     Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, material dan formal. Aspek hukum material terkait atas asas kepercayaan. Demi kepastian hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah tidak untuk dicabut kembali sampai ada putusan pengadilan.Aspek formal menekankan agar pembuatan keputusan memakai kata-kata yang jelas.
b)     Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian pegawai. Pelanggaran yang sama jika dilakukan oleh orang yang berbeda akan dikenakan sanksi yang sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c)     Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama.
d)     Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan
Dalam mengambil keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar, dan mempertimbangkan alasan yang diajukan pihak yang berkepentingan, juga harus mempertimbangkan akibat hukum yang muncul dari keputusan itu.
e)     Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan
Pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang jelas, terang, benar, objektif, dan adil sebagai dasar membuat keputusan agar mereka yang tidak puas dapat mengajukan keberatan/banding. Motivasi juga diperlukan hakim administrasi negara untuk menilai keputusan yang dipersengketakan.
f)      Asas Tidak Mencampuradukkan Kewenangan
Kewenangan pemerintah secara umum mencangkup kewenangan dari segi material, segi wilayah, dan segi waktu.Aspek-aspek wewenang ini tidak dapat dijalankan melebihi atas apa yang sudah ditentukan dlam peraturan yang berlaku.
g)     Asas Permainan yang Layak (Fair Play)
Warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini menekankan kejujuran dan keterbukaan dalam penyelesaian sengketa administrasi negara.
h)     Asas Keadilan dan Kewajaran
Asas keadilan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang, dan selaras dengan hak setiap orang. Sedangkan asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah atau administrasi negara memperhatkan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-nilai lainnya.
i)      Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar
Aparat pemerintah harus memerhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
j)      Asas Meniadakan Akibat Suatu Keputusan yang Batal
Asas ini mempunyai arti bahwa jika ternyata keputusan yang dibuat telah terbukti salah maka aparat/pejabat pemerintah harus menggantinya.
k)     Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi
Pemerintah seharusnya melindungi hak kehidupan pribadi semua warga negara sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi warga negara.
l)      Asas Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan formal.


m)   Asas Kepentingan Umum
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus mengutamakan kepentingan yang mencangkup semua aspek kehidupan orang banyak. Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal berikut ini :
-        Memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan negara, seperti tugas pertahanan dan keamanan.
-        Memelihara kepentingan bersama dari warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri, seperti persediaan sandang pangan, kesejahteraan, dll.
-        Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara, seperti pendidikan dan pengajaran, kesehatan, dll.
-        Memelihara kepentingan dari warga perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara, seperti pemeliharaan fakir miskin, anak cacat, dll.
-        Memelihara ketertiban, keamanan, kemakmuran setempat, seperti peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan, dll.

E.4       Penyimpangan Penggunaan Wewenang

Di Dalam UU No. 5 Tahun 1986, terdapat dua jenis penyimpangan penggunaan wewenang, yaitu penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan sewenang-wenang (willekeur), yang dalam pasal 53 ayat (2) huruf b dan c berbunyi sebagai berikut.
(b) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut;
(c) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tindakan pengambilan keputusan tersebut.

Peraturan kebijakan tidak dapat diuji dengan aspek rechtmatigheid. Berdasarkan Hukum administrasi Negara, pengujian kebijakan adalah dari aspek doelmatigheid, dengan menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB), khususnya larangan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan asas larangan sewenang-wenang (willkeur). Kebijakan pemerintah dikategorikan sebagai kebijakan yang menyimpang jika di dalamnya ada unsur penyalahgunaan wewenang dan unsur sewenang-wenang.

Ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang diuji dengan asas spesialitas. asas ini mengandung arti behwa wewenang itu diberikan kepada organ pemerintah dengan tujuan tertentu. Penyalahgunaan wewenang terjadi ketika menyimpang dari tujuan pemberian wewenang. Misalnya seorang Bupati diberi wewenang mengatur dan melakukan pembebasan tanah untuk kepentingan umum di wilayahnya, namun dalam pelaksanaannya dilakukan dengan pencabutan hak atas tanah.

Sedangkan unsur sewenang-wenang diuji dengan asas rasionalitas atau kepantasan (redelijk). Suatu peraturan kebijakan dikategorikan mengandung unsur willekeur jika peraturan kebijakan itu nyata-nyata tidak masuk akal atau tidak beralasan.
Kesewenang-wenangan terkait dengan pemberian alasan dalam proses pengambilan keputusan.

Penyalahgunaan wewenang hanya mungkin dilakukan oleh pihak yang memperoleh wewenang atas dasar atribusi (asli dari peraturan perundang-undangan) dan delegasi. Pihak yang diberi dan menyalahgunakan wewenang adalah pihak yang diberi tanggung jawab hukum. Maka dari itu, dalam hal mandat, pelaksana tugas (mandataris) tidak dilekati wewenang, karena tidak dibebani tanggung jawab hukum. Mandanslah yang mungkin melakukan penyalahgunaan wewenang.

Menurut Philipus M. Hadjon, dalam buku Hukum Administrasi dan Good Governance, untuk membuktikan terjadinya penyalahgunaan wewenang harus dibuktikan secara faktual bahwa pejabat telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain. Pengalihan tujuan ini dapat didasarkan atas kepentingan pribadi, maupun untuk orang lain.

Menurut Andhi Wiranto, “....parameter utama untuk menentukan ada tidaknya onrechmatig overheidsdaad yang menjadi domain tata usaha negara, terletak pada 2 hal pokok, yaitu : a. Apakah pejabat pemerintah teah menjalankan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? b. Apakah pejabat pemerintahan telah menerapkan AAUPB dalam menjalankan kewenangan tersebut?

E.5 Analisis Kasus

Dalam kasus yang telah disebutkan dalam latar belakang, seorang pejabat selain bertindak sesuai dengan undang-undang, namun ia pun mempunyai kebijaksanaan untuk membuat keputusan untuk kepentingan umum. Oleh karena itu, tindakan pejabat untuk lebih mementingkan membangun jembatan sebagai penghubung daripada mengeraskan aspal jalan sudah tepat, walaupun dapat dikatakan melakukan penyalahgunaan kewenangan, namun jika hal tersebut sesuai dengan AAUPB, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindakan melawan hukum. Tujuan awal pemberian dana pun sebenarnya untuk kepentingan umum, terutama transportasi warga. Jadi esensi keputusan pejabat tersebut sebenarnya tidak bertentangan dengan tujuan awal pemberian wewenang. Dan selama keputusan dengan penyalahgunaan wewenang itu tidak dipakai untuk kepentingan pribadi, maka keputusan tersebut dapat diterima. Setelah membuat keputusanpun pejabat tersebut harus melakukan pertanggungjawaban mengenai keputusannya tersebut.

BAB III
KESIMPULAN

Pejabat pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, selain berdasarkan undang-undang, juga diberi kebebasan membuat keputusan yang berdasarkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Dengan ini diharapkan pejabat pemerintahan dapat membuat keputusan dengan bijaksana dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Karena hukum sendiri ada untuk mensejahterakan rakyat, menciptakan keadilan. Kasus ini merupakan contoh bagaimana pejabat publik seharusnya mengambil keputusan.



DAFTAR PUSTAKA


HR Ridwan. Hukum administrasi Negara. Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2011

Komentar