MERAJUT CINTA MELALUI MEDIA






MERAJUT CINTA MELALUI MEDIA

oleh
Novia Sagita Dewi
Singgih Wahyu Astuti
Lintang Ayu Saputri
(Dalam rangka lomba National Governance Day 2016 Universitas Padjajaran)

Indonesia adalah negara yang terlahir dari sebuah keajaiban, di mana dengan berbagai latar belakang suku, ras, agama, maupun golongan, namun itu semua dapat menyatu menjadi sebuah identitas kebangsaan. Memiliki masyarakat yang majemuk tentunya mempunyai dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Di satu sisi, hal tersebut dapat memperkaya khazanah budaya bangsa. Namun, di sisi lain dapat memicu konflik yang mengganggu integritas negara.

Sebenarnya, perbedaan bukanlah hambatan untuk dapat bersatu. Perbedaan merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan. Kita tentu tidak dapat membayangkan jika dunia ini hanya mempunyai satu warna saja. Pasti hidup di dunia akan menjadi sangat membosankan, itulah tujuan dibentuknya perbedaan. Perbedaan ada agar kita bisa saling mengenal dan menghargai. Jadi, bukan perbedaan yang menyebabkan manusia saling bermusuhan, namun cara manusia dalam menyikapi perbedaan itulah yang membuat jarak dirinya dengan yang lainnya.

Sebagian besar konflik antaretnis maupun golongan di Indonesia disebabkan oleh perbedaan kepentingan individu yang akhirnya meluas lalu mengkambinghitamkan perbedaan suku atau agama. Ketidakadilan, dalam hal ini sangat berpengaruh sebagai pemicu terjadinya konflik antar etnis. Selain itu, perbedaan yang dibesar-besarkan menyebabkan masyarakat merasa golongannya-lah yang lebih baik. Walaupun perbedaan bukanlah faktor utama dalam konflik antaretnis maupun golongan, namun perbedaan dapat muncul seperti minyak tanah yang disiramkan ke dalam api konflik. Perbedaan dapat membuat konflik individu menjadi semakin besar jika tidak disikapi dengan bijaksana. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat akan pentingnya hidup dengan bertoleransi masih sangat dibutuhkan.
Dalam rangka menyatukan perbedaan dalam bingkai “Persatuan Indonesia”, diperlukan usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang terdiri dari berbagai macam golongan. Tugas utama pemerintah adalah menciptakan keadilan tanpa diskriminasi SARA dalam kehidupan berbangsa. Contoh kebijakan yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan membuat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pendidikan Multikultural pun diberikan dalam kurikulum pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, sampai ke Perguruan Tinggi.

Untuk dapat menyadarkan akan pentingnya hidup dalam multikulturalisme ini, tampaknya kebijakan pemerintah terutama dalam memberikan edukasi multikultural belum dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat, karena kebijakan seperti FKUB dan pelajaran multikultural hanya menjangkau golongan tertentu. Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum bisa mengenyam pendidikan. Diperlukan edukasi multikultural yang meluas di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Dalam struktur masyarakat Indonesia, salah satu komponen yang berpengaruh dalam perubahan sosial masyarakat adalah media. Media dapat kita artikan sebagai media cetak maupun elektronik, baik dalam bentuk surat kabar, majalah, televisi, radio, maupun internet. Media merupakan suatu alat yang efektif dalam menyebarkan nilai-nilai kehidupan karena dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sayangnya, walaupun media dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dilihat dari eksistensinya, media dapat dilihat dari dichotomy theory. Pertama, media dilihat sebagai lembaga kemasyarakatan dan sebagai alat perjuangan nasional. Kedua, media dilihat sebagai perusahaan yang motifnya mencari keuntungan dari uang langganan maupun iklan. Dari kedua teori itu dapat dilihat bahwa tujuan pembentukan media berbeda-beda. Ada media yang hanya mencari keuntungan saja dengan mencari konten apa yang sedang laris di pasaran, ada pula yang memang serius menyuarakan suara hati rakyat.

Media seperti pisau bermata dua. Suatu waktu ia bisa dijadikan alat yang bermanfaat, namun ia juga bisa digunakan sebagai alat untuk menyakiti orang lain. Informasi yang beredar di dunia semakin cepat. Dengan kebebasan informasi yang diberikan dapat disalahgunakan oleh para pemberi informasi. Di media, orang dapat menyebar kebencian melalui informasi yang dibumbui dengan kata-kata yang membesarkan perbedaan. Untunglah beberapa waktu yang lalu, telah diterbitkan Surat Edaran Kebencian berdasarkan KUHP, UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, serta UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras sebagai regulator dalam menyeimbangkan kebebasan pers dengan tanggung jawab sosialnya. Dengan adanya undang-undang ini, maka orang tidak bisa seenaknya saja menghina, mencemarkan nama baik, memprovokatori orang lain untuk membenci suatu golongan. Regulasi pemerintah seperti kebebasan pers, telah memberikan ruang yang cukup bagi pers untuk  melakukan tugas dan fungsinya, yaitu (1) mendidik, (2) menyampaikan informasi, (3) menghibur, (4) kontrol sosial. Ancaman yang dihadapi pers nasional justru berasal dari masyarakat, wartawan, dan industri media itu sendiri.

Pemberitaan dalam pers haruslah memperhatikan keakuratan dan fairness. Ketika pers memberitakan suatu informasi, seharusnya bukan semata-mata tentang konflik yang terjadi di masyarakat, tetapi juga penyebab dan upaya pemecahannya. Pers tidak hanya bertindak sebagai pelapor berita dalam setiap kejadian, tetapi pers harus bisa memberikan prespektif terhadap masyarakat terhadap semua informasi yang disajikan. Hal ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Peran media sangat penting dalam membentuk opini publik. Maka, akan menjadi berbahaya jika hanya memberikan informasi yang tidak berimbang, hal ini dapat menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Dengan media, masyarakat dapat dibuka kesadarannya akan beragamnya perbedaan.  Pemberian informasi, sebenarnya amat tergantung pada kebijakan setiap media. Kebijakan redaksional sendiri tak terlepas dari ideologi media tersebut. Terkadang, ada benturan antara kepentingan bisnis atau idealisme untuk mempersatukan bangsa. Untuk itulah, perlu kiranya menyatukan visi antarredaksi di seluruh Indonesia untuk dapat memahami bagaimana mengelola informasi dengan baik untuk mempertahankan persatuan bangsa. Industri media bukanlah sekedar mencari keuntungan, namun mempunyai tanggung jawab sosial karena apapun yang mereka informasikan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Dengan media, provokasi perdamaian dapat cepat menyebar. Media membuat orang dapat saling mengerti akan realitas perbedaan. Media menciptakan cinta, karena ada ungkapan yang menyatakan bahwa “tak kenal, maka tak sayang”. Media berperan besar dalam memperkenalkan perbedaan dalam masyarakat. Media seharusnya memberikan informasi dari berbagai prespektif perbedaan. Dengan media kita dapat berdialog, mempertemukan perbedaan-perbedaan demi tercapainya persatuan Indonesia sehingga menjadikan Indonesia sebagai “rumah yang damai”.

Daftar Pustaka
DN, Susilastuti, Pelaku Media dalam Memandang Persoalan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Paradigma : Jurnal Sosial Politik, dan Kebijakan, Volume 13, Nomor 3, September 2009.

Komentar